PERNYATAAN SIKAP FEDERASI ARUS PELANGI - PEMBUBARAN PAKSA PEKAN OLAHRAGA & SENI (PORSENI) WARIA-BISSU SE SULAWESI SELATAN DI KABUPATEN SOPPENG OLEH KEPOLISIAN
PERNYATAAN
SIKAP FEDERASI ARUS PELANGI
PEMBUBARAN
PAKSA PEKAN OLAHRAGA & SENI (PORSENI) WARIA-BISSU SE SULAWESI SELATAN DI
KABUPATEN SOPPENG OLEH KEPOLISIAN
19
Januari 2017, Soppeng, Sulawesi Selatan – Kepolisian
Daerah Sulawesi Selatan membubarkan secara paksa Pekan Olah Raga dan Seni
(Porseni) Waria-Bissu se Sulawesi Selatan. Porseni yang sedianya dilaksanakan
di Soppeng, 19-22 Januari 2017 ini, merupakan kegiatan tahunan Forum Kerukunan
Waria/Bissu Sulawesi Selatan. Porseni kali ini adalah yang ke-23.
Kegiatan Porseni rencananya
akan dihadiri oleh 600 waria/bissu se Sulawesi Selatan, dan bertujuan untuk
melestarikan dan menghormati budaya waria/bissu di Sulawesi Selatan, mewujudkan
kebersamaan, membangkitkan kreatifitas, serta menjalin hubungan silaturahmi
antara waria/bissu dengan masyarakat.
Dalam rangkaian kegiatan ini diadakan lomba busana haji, lomba busana
adat, lomba tarian daerah, lomba busana bissu, lomba karnaval cagar budaya,
lomba adzan dan MTQ, dan sebagainya. Perlu dicatat bahwa bissu merupakan bagian
penting dan tak terpisahkan dari adat istiadat masyarakat Sulawesi Selatan.
Awalnya panitia
telah mendapat persetujuan dan dukungan dari Bupati Soppeng. Kegiatan juga
mendapatkan dukungan dari DPRD Soppeng, hal ini ditunjukkan dengan pertemuan
panitia penyelenggara dengan DPRD diliput dan siarkan langsung oleh televisi lokal
pada tanggal 16 Januari pukul 14.00 WITA. Terkait perizinan panitia telah
mengajukan surat permohonan rekomendasi ke Kepolisian Resort Soppeng yang di
tindaklanjuti dengan keluarnya surat rekomendasi dari Kepolisian Resort Soppeng
kepada Polda Sulawesi Selatan agar Polda mengeluarkan izin acara. Namun proses
perizinan dipersulit di tingkat Polda, di mana Polda meminta daftar peserta,
bahkan nama dan nomor telepon dari pimpinan organisasi waria/bissu setiap
Kabupaten/Kota. Polisi juga mengancam tidak akan memberikan izin
penyelenggaraan jika permintaan mereka tidak dipenuhi, dan menuntut panitia
menandatangani surat yang disiapkan Polisi yang menyatakan bahwa panitia akan
bertanggung jawab bila terjadi sesuatu. Pernyataan Polisi ini didahlui dengan laporan
pengaduan yang dilakukan oleh Forum Umat Islam Soppeng (FUIS) pada tanggal 16
Januari setelah siaran langsung tentang kegiatan Porseni di TV Soppeng.
Sore hari tadi,
Kamis 19 Januari 2017 pukul 17.00 WITA, komunitas waria/bissu tetap menjalankan acara dan memulai pawai, namun dihadang
dan dibubarkan oleh polisi dengan alasan tidak ada ijin. Peserta menolak
membubarkan diri. Sekitar pukul 17.18 WITA terdengar suara tembakan peringatan
tanda peserta harus segera membubarkan diri.
Proses negosiasi panjang
panitia dengan Kepolisian Resort Soppeng, dan pemerintah daerah termasuk
Bupati, Kepala Kejaksaan, Dandim, Kapolres dan Wakil DPRD Soppeng berakhir pada
pukul 19.55 yang memutuskan bahwa kegiatan Porseni tidak diberikan ijin dan
tidak boleh diselenggarakan. Alasanya, pihak kepolisian tidak dapat menjamin
keamanan kegiatan sebab 16 ormas islam mengancam akan melakukan demonstrasi
(kronologis terlampir).
Kami, Federasi Arus
Pelangi, mengecam tindakan Kepolisian Resort Soppeng dan Kepolisian Daerah
Sulawesi Selatan. Tragedi ini menambah panjang daftar tindak inkonstitusional
dan pelanggaran atas mandat perlindungan warga Negara oleh kepolisian. Kejadian
hari ini juga semakin mempertegas relasi saling melindungi antara kepolisian
dan kelompok-kelompok massa intoleran.
Sebelumnya,
kepolisian tercatat melakukan pembubaran paksa di dalam training SOGIE & HAM
yang diselenggarakan oleh Arus Pelangi (Februari 2016) di Jakarta, dengan dalih
polisi tidak dapat menjamin keamanan kegiatan karena ada ancaman dari FPI. Hal
serupa juga terjadi antara lain dalam pemaksaan penutupan pondok pesantren
waria al-Fatah oleh Front Jihad Islam (Februari 2016) di Yogyakarta.
Dalam semua kasus
tersebut, polisi menolak bertanggung jawab atas serangan oleh kelompok anti
demokrasi. Alih-alih menjalankan mandatnya melindungi segenap warga Negara,
polisi justru merenggut hak warga Negara dalam berkumpul, dan berpendapat.
Atas peristiwa
pembubaran paksa tersebut, Federasi Arus Pelangi menuntut:
1.
Pemerintah Republik Indonesia untuk mengusut dan menindak
tegas tindakan inkonstitusional Gubernur Sulawesi Selatan, Bupati Soppeng, Kepolisian
Daerah Sulawesi Selatan, dan Kepolisian Resort Kabupaten Soppeng yang tidak
memberikan jaminan rasa aman terhadap warga Negara, dalam hal ini khususnya
para waria/bissu dan masyarakat Soppeng.
2.
Pemerintah Republik Indonesia dan Kepolisian Republik
Indonesia untuk mengambil sikap tegas terhadap tindak-tindak kekerasan dan
ancaman yang dilakukan oleh kelompok-kelompok intoleran seperti FUIS.
3.
Kepolisian Republik Indonesia untuk menjalankan mandatnya
melindungi warga Negara, yang telah tertuang jelas dalam Tri Brata dan Catur
Prasetya Kepolisian Republik Indonesia.
4.
Terakhir, Federasi Arus Pelangi menyerukan kepada segenap
rakyat Indonesia –baik buruh maupun petani, mahasiswa dan kaum miskin kota,
rakyat Papua dan seluruh kelompok tertindas—untuk menyatukan kekuatan, merebut
dan mempertahankan ruang demokrasi, demi melawan segala bentuk penindasan dan
pelanggaran HAM.
Indonesia, 19
Januari 2017
Federasi
Arus Pelangi
Narahubung:
Ridwan (LBH Makassar) 085255553776
Kanzha 089668464603
Lini 08111717201
Yuli
08176004446
-----
Lampiran
Kronologis
4 Januari 2017
Polres Soppeng
mengeluarkan surat rekomendasi perizinan setelah panitia menyampaikan surat
permohonan rekomendasi tertanggal 13 Desember 2017 kepada Polres Soppeng.
11 Januari 2017
Panitia membawa
surat rekomendasi dari Polres Soppeng ke Polda untuk mengurus perizinan dan
Polda meminta panitia melengkapi surat izin dari Kesbang Kab. Soppeng.
16 Januari 2017
Polda meminta agar
Polres menyampaikan surat tentang situasi terkini di Soppeng, karena
berdasarkan berita yang terbit di Tribun Makassar ada penolakan kegiatan dari
warga.
Pukul 14.00 Wita
Siaran langsung di televisi
lokal Soppeng yang menanyangkan tentang persiapan penyelenggaraan kegiatan
Porseni. Siaran langsung ini dihadiri oleh pantia penyelenggara dan dua anggota
DPRD Soppeng.
Pukul 16.07 Wita
Organisasi Massa
berbasis agama bernama Forum Umat Islam Soppeng (FUIS) mendatangi kantor DPRD
dan meminta agar kegiatan porseni tidak diselenggarakan, jika diijinkan untuk
diselenggarakan FUIS mengancam akan membubarkan sendiri kegiatan tersebut.
17 Januari 2017
Kesbangpol
mengeluarkan izin, dengan catatan 3 jenis perlombaan dihapuskan dalam kegiatan.
Tiga jenis perlombaan tersebut adalah: Busana Haji, Azan & MTQ.
18 Januari 2017
Panitia ke Polda
membawa surat izin dari Kesbang Kab. Soppeng terkait kekurangan prasyarat surat
permohonan izin kegiatan dari Polda. Karena kegiatan porseni mendapat penolakan
dari forum ulama sehingga diperlukan surat analisa situasi daerah setempat yang
dikeluarkan oleh Polres Soppeng.
15.00 Wita
Surat analisa
situasi yang diminta Polda dikirim oleh Polres lansung ke Polda dan aslinya di
pegang oleh panitia. Selanutnya pihak Polda menyatakan akan mengeluarkan surat
izin tetapi kendalanya yang berwenang untuk tanda tangan tidak ada di tempat
sehingga panitia diminta untuk kembali atau surat izin akan dikirim Polda
lansung dikirim ke Polres Soppeng lewat email dengan salinan ke Panitia.
17.00 Wita
Panitia dihubungi Polda
bahwa mereka membutuhkan data peserta jika tidak ada maka surat izin tidak akan
dikeluarkan.
23.59 Wita
Panitia menyiapkan
surat menyertakan jumlah data peserta dengan memberikan informasi jumlah
peserta per kabupaten/ kota. Surat tersebut disampaikan ke Polda ke esokan
harinya.
19 Januari 2017
Pukul
11.00 Wita
Telah berkumpul
lebih kurang 600 orang peserta porseni waria Soppeng, Sulawesi Selatan, di
dalam Gedung pertemuan masyarakat watang soppeng, lapangan Gasis. Namun
kegiatan belum dapat dilaksanakan karena
belum mendapatkan izin dari Polda. Surat yang memberikan gambaran
peserta telah disampaikan namun izin tidak akan dikeluarkan oleh Polda kecuali
bila panitia bersedia memberikan daftar nama dan nomor telepon penanggungjawab
komunitas waria per kabupaten dan panitia menandatangani surat pernyataan yang
dibuat oleh Polda yang menyatakan bahwa jika terjadi sesuatu dalam kegiatan tersebut,
tanggungjawab ada ditangan panitia. Oleh karena itu, panitia menghubungi Bupati
Soppeng (karena pada awalnya Bupati setuju jika acara porseni ini dilaksanakan,
bahkan sebelumnya, panitia telah menerima pidato pembukaan Bupati).
Namun pihak
kepolisian (Polda) tetap bersikukuh untuk tidak mengeluarkan izin untuk acara
tersebut, dan bersikeras untuk diberikan nama dan no telepon penanggungjawab
masing-masing kabupaten serta surat izin dari Kemenag.
Pukul 13.10 Wita
Bupati menyatakan
bahwa acara porseni dapat dilanjutkan dan memberikan kuasa kepada wakil bupati
untuk memberikan sambutan di acara tersebut, dikarenakan Bupati sedang berada
di luar kota.
Pukul 15.00
Ibu Ria (Ketua Waria
Soppeng) berusaha untuk bertemu dengan bupati namun menurut informasi yang
didapat Bupati sedang berada di Jakarta. Kepolisian dan TNI berada di lokasi
kegiatan, sementara para peserta terus bersiap untuk membuka acara.
Pukul
16.00 Wita
Bupati menelpon ibu
Ria dan menganjurkan untuk tetap tenang. Namun TNI dan Polisi tetap tidak
memberikan izin dan acara tidak dapat diselenggarakan. Setelah itu para peserta
keluar dari gedung dan memutuskan untuk tetap melaksanakan pawai.
Pukul 16.30 Wita
Terjadi perdebatan
antara panitia dengan kepolisian.
Pukul 17.00 Wita
Ibu Ria di bawa
polisi untuk negosiasi di sudut lapangan.
Pukul 17.18 Wita
Tembakan peringatan
(satu kali, belum diketaui apakah dari Polisi atau TNI) tanda agar para waria
membuabarkan diri dan tidak menyelenggarakan acara.
Pukul 17.20 Wita
Polisi membubar-paksakan
para peserta yang hadir. Negosiasi dengan panitia, dilanjutkan dalam gedung yang
dihadiri diantarnya Kapolres, Pihak Pemda, dan Dandim. Proses negosiasi
tersebut menyepakati bahwa Kapolres akan lobby Kapolda terkait perizinan
sebelum magrib dengan syarat rencana kegiatan 4 hari (19-22) berubah menjadi 2
hari (20 dan 21).
Pukul 18.30 Wita
Ibu Ria di telpon
pihak polisi untuk bertemu di Taman Baca dan pertemuan hanya bisa dihadiri oleh
3 perwakilan panitia khususnya yang mengurus perizinan.
Pukul 19.55 Wita
Panitia penyelenggara
acara selesai melakukan negosiasi dengan Bupati, Kepala Kejaksaan, Dandim,
Kapolres dan Wakil DPRD Soppeng disaksikan juga oleh bebrapa media di taman
baca kabupaten Soppeng. Hasil dari negosiasi adalah kegiatan PORSENI tidak
dapat dilanjutkan karena akan ada aksi besar dari 16 forum agama untuk
memprotes kegiatan tersebut. Bupati Soppeng bersedia untuk datang dan meminta
maaf kepada seluruh peserta, namun hingga pukul 23.59 yang bersangkutan tidak
pernah tiba di lokasi.
0 comments